DEMOKRASI PENDIDIKAN DALAM ISLAM
A.
Pengertian
Pendidikan
adalah kegiatan dan hak setiap individu manusia untuk mengembangkan potensinya
dengan bersandar pada bakat, minat dan karakteristiknya. Titah dasar dan
potensi hereditas setiap individu manusia pasti berbeda, inilah yang perlu
dipahami dengan arif dan adil dalam perlakuan serta pengembangannya. Karena
dengan keadaan berbeda itulah , maka individu manusia justru ada.[1]
Pendidikan
yang demokratik adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada
setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya.
Pengertian demokratik di sini mencakup arti baik secara horizontal maupun
vertikal.Maksud demokrasi secara horizontal adalah bahwa setiap anak, tidak ada
kecualinya, mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan
sekolah. Hal ini tercermin pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu : “Tiap-tiap
warga negara berhak mendapat pengajaran”. Sementara itu, demokrasi secara
vertikal ialah bahwa setiap anak mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai
tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Dalam pendidikan, demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan sosial, dan sebagainya). Di kalangan Taman Siswa dianut sikap tutwuri handayani, suatu sikap demokratis yang mengakui hak si anak untuk tumbuh dan berkembang menurut kodratnya.
Dengan
demikian, tampaknya demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup yang
mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam
berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta juga
dengan pengelola pendidikan. Sedangkan demokrasi pendidikan dalam pengertian
yang luas mengandung tiga hal yaitu :
1.
Rasa hormat
terhadap harkat sesama manusia
Demokrasi
pada prinsip ini dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin persaudaraan hak
manusia dengan tidak memandang jenis kelamin, umur, warna kulit, agama dan
bangsa. Dalam pendidikan, nilai-nilai inilah yang ditanamkan dengan memandang
perbedaan antara satu dengan yang lainnya baik hubungan antara sesama peserta
didik atau hubungan dengan gurunya yang saling menghargai dan menghormati.
2.
Setiap manusia
memiliki perubahan ke arah pikiran yang sehat
Dari
prinsip inilah timbul pandangan bahwa manusia itu harus dididik, karena dengan
pendidikan itu manusia akan berubah dan berkembang ke arah yang lebih sehat,
baik dan sempurna. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak didik untuk berpikir dan
memecahkan persoalan-persoalannya sendiri secara teratur, sistematis dan
komprehensif serta kritis sehingga anak didik memiliki wawasan, kemampuan dan
kesempatan yang luas.
3.
Rela berbakti
untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama
Dalam
konteks ini, pengertian demokrasi tidaklah dibatasi oleh kepentingan
individu-individu lain. Dengan kata lain, seseorang menjadi bebas karena orang
lain menghormati kepentingannya. Oleh sebab itu, tidak ada seseorang yang
karena kebebasannya berbuat sesuka hatinya sehingga merusak kebebasan orang
lain atau kebebasannya sendiri.
Kesejahteraan
dan kebahagiaan hanya tercapai bila setiap warga negara atau anggota masyarakat
dapat mengembangkan tenaga atau pikirannya untuk memanjukan kepentingan bersama
karena kebersamaan dan kerjasama inilah pilar penyangga demokrasi. Berkenaan
dengan itulah maka bagi setiap warga negara diperlukan hal-hal sebagai berikut
:
a.
pengetahuan
yang cukup tentang masalah-masalah kewarganegaraan (civic), ketatanegaraan,
kemasyarakatan, soal-soal pemerintahan yang penting;
b.
suatu
keinsyafan dan kesanggupan semangat menjalankan tugasnya dengan mendahulukan
kepentingan negara atau masyarakat daripada kepentingan sendiri;
c.
suatu
keinsyafan dan kesanggupan memberantas kecurangan-kecurangan dan
perbuatan-perbuatan yang menghalangi kemajuan dan kemakmuran masyarakat dan
pemerintah.[2]
B.
Prinsip-prinsip
demokrasi dalam pendidikan
Dalam setiap pelaksanaan pendidikan selalu
terkait dengan masalah-masalah antara lain :
1.
Hak asasi
setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
2.
Kesempatan yang
sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan
3.
Hak dan
kesempatan atas dasar kemampuan mereka
Dari
prinsip-prinsip di atas dapat dipahami bahwa ide dan nilai demokrasi pendidikan
itu sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat
dimana mereka berada, karena dalam realitasnya bahwa pengembangan demokrasi
pendidikan itu akan banyak dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan
penghidupan masyarakat. Misalnya masyarakat agraris akan berbeda dengan
masyarakat metropolitan dan modern, dan sebagainya.
Apabila
yang dikemukakan tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip demokrasi pendidikan
yang telah diungkapkan, tampaknya ada beberapa butir penting yang harus
diketahui dan diperhatikan,diantaranya :
1)
Keadilan dalam
pemerataan kesempata belajar bagi semua warga negara dengan cara adanya
pembuktian kesetiaan dan konsisten pada sistem politik yang ada;Dalam upaya
pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik;
2)
Memiliki suatu
ikatan yang erat dengan cita-cita nasional.Sedangkan pengembangan demokrasi
pendidikan yang berorientasi pada cita-cita dan nilai demokrasi, akan selalu
memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini :
a)
Menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya
b)
Wajib
menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi
pekerti luhur
3)
Mengusahakan
suatu pemenuhan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemampuan pribadinya, dalam rangka
mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan dan kemajuan iptek tanpa merugikan
pihak lain. [3]
C.
Prinsip-prinsip
Demokrasi Dalam Pandangan Islam
Acuan
pemahaman Demokrasi dan Demokrasi pendidikan dalam pandangann ajaran Islam
rumusannya terdapat:
1.
Al qur an, surat Asy-syura: 38, yang artinya
“...sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka-mereka”
2.
Al qur an,
surat Yunus : 19, yang artinya “ Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian
mereka berselisih”
Dari
contoh kedua ayat diatas dapat dipahami adanya prinsip musyawarah dan persatuan
serta kesatuan umat sebagai salah satu sendi-sendi demokrasi
3.
hadist Nabi
yang artinya: menuntut Ilmu itu wajib bagi setiap Muslim pria maupun wanita.
Pemahaman
kita terhadap Hadits Nabi saw diatas adalah bahwa kewajiban menuntut ilmu
ituterletak pada pundak muslim pria dan wanita. Oleh karena itu pendidikan
harus disebarluaskan ke seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata.
Untuk itu dibutuhkan tenaga pendidik yang mampu dan terampil untuk mewujudkan
sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu mengembangkan dirinya dan
masyarakat menuju terwujudnya lahir dan bathin.
D.
Demokrasi
Pendidikan Di Indonesia
Sebenarnya
bangsa Indonesia telah menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam
pendidikan sejak diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang. Hal ini
terdapat dalam:
a) Undang-undang
dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2.
1)
Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran.
2)
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pengajaran nasional, yang
diatur dengan undang-undang.
3)
Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
5, 6, 7 dan pasal 8 ayat 1, 2 dan ayat 3.
Pasal 5
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas kesempatan
yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan,
kemampuan dan ketrampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan,
kemampuan dan ketrampilan tamatan pendidikan dasar.
Pasal 7
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik
dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis
kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan
dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 8
Warga negara yang memiliki kelainan fisik
dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
Warga negara yang memiliki kemampuan dan
kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. [4]
b) Garis-garis
Besar Haluan Negara di Sektor Pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan nasional berdassarkan Pancasila, bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia indonesia
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia
Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, perlu segera
disempurnakan sistem pendidikan nasional yang berpedoman pada undang-undang
pendidikan nasional
Pendidikan nasional perlu dilakukan secara lebih terpadu dan
serasi, baik antara sektor pendidikan dan sektor pembangunan lainnya
Dalam rangka memperluas kesempatan untuk memperoleh pendidikan
perlu ditetapkan dan diperhatikan
kesempatan belajar dan kesempatan meningkatkan ketrampilan untuk seluruh warga
indonesia
E.
Penerapan demokrasi pendidikan
Menurut Michael
W.Apple dalam Dede Rosyada, ciri-ciri penerapan demokrasi pendidikan sebagai
berikut:
1. Adanya keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga semua orang
bisa menerima informasi seoptimal mungkin
2. Memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan
kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan sekolah
3. Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian
evaluasi terhadap ide-ide, problem-problem dan berbagai kebijakan yang di
keluarkan sekolah
4. Memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan
persoalan-persoalan publik
5. Ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan minoritas
6. Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan
demokerasi yang di idealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan
7. Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan
mengembangkan cara-cara hidup demokrasi. [5]
F.
Demokratisasi
dan Desentralisasi
Tujuan dan
tanggung jawab kepemimpinan pendidikan yang demokratis adalah untuk memperbaiki
pengajaran di sekolah. Inti peningkatan
pengajaran adalah memperbesar efektifitas guru di dalam kelas. Praktik
kepemimpinan yang demokratis adalah membantu para guru untuk memandang dirinya
secara positif, memungkinkan untuk menerima mereka sendiri dan orang-orang lain
serta memberikan kesempatan yang luas untuk mengidentifikasikan diri dengan
teman-teman sejawat.
Ikut memiliki
kebebasan dan tanggungjawab memungkinkan para guru untuk memberikan kesempatan
pada para murid untuk memandang dirinya sebagai warga negara yang
bertanggungjawab pada kemajuan
masyarakat
Telah
disebutkan dimuka bahwa pendidikan, dalam bahasa lain, mereformasi dirinya
sendiri sesuai tuntutan demokratisasi dan dan terutama perbaikan
institusi-institusi pencetak aset-aset masa depan bangsa ini agar tidak seperti
pendahulunya. Konsep desentralisasi yang diusung pemerintah dan didukung
berbagai elemen demokrasi di negeri ini melahirkan berbagai kebijakan yang
memiliki implikasi positif terhadap pendidikan nasional. Demokratisasi
pendidikan terkait dengan beberapa masalah utama, antara lain desentralisasi
pendidikan melalui perangkat kebijakan pemerintah yaitu Undang-undang yang
mengatut tentang pendidikan di negara kita.
Namun perlu diketahui bahwa menurut Alisjahbana (2000), mengacu pada Burki et.al. (1999) menyatakan bahwa desentralisasi pendidikan ini secara konseptual dibagi menjadi dua jenis, pertama desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan. Desentralisasi lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah. Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi. Sedangkan konsep kedua lebih fokus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikannya.
Namun perlu diketahui bahwa menurut Alisjahbana (2000), mengacu pada Burki et.al. (1999) menyatakan bahwa desentralisasi pendidikan ini secara konseptual dibagi menjadi dua jenis, pertama desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan. Desentralisasi lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah. Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi. Sedangkan konsep kedua lebih fokus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikannya.
Dua hal
ini mungkin sekali untuk dilaksanakan tergantung situasi kondisinya. Walaupun
evaluasi mengisyaratkan belum optimalnya pendidikan Indonesia dibawah
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut, yakni masih berkisar
pada tataran desentralisasi pendidikan dengan model pertama, yang merupakan
bagian dari desentralisasi politik dan fiskal (financing terhadap pendidikan
regional), akan tetapi peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan
kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut diharapkan juga
berlangsung. Untuk itulah partisipasi orangtua, masyarakat, dan guru sangat
penting untuk mereformasi pendidikan ini, selain memecahkan masalah finansial
melalui langkah-langkah yang di-formulasi pemerintah baik pusat maupun daerah.
G.
Legalitas
Demokratisasi Pendidikan
Pengakuan
terhadap hak asasi setiap individu anak bangsa untuk menuntut pendidikan pada dasarnya
telah mendapatkan pengakuan secara legal sebagai-mana yang diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1) yang berbunyi bahwa setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu seluruh komponen bangsa yang
mencakupi orang tua, masyarakat, dan pemerintah memiliki kewajiban dalam
bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan.
Mengenai tanggung jawab pemerintah secara tegas telah dicantumkan di dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (3) yang menyatakan bahwa pemerintah
mengusahakan dan menye-lenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Terkait
dengan pernyataan tersebut, sejak tanggal 8 Juli 2003 pemerintah telah
mengesahkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menggantikan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang dianggap sudah tidak
memadai lagi. Pembaharuan Sistem Pendidikan Nasioanal dilakukan untuk
memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut secara tegas memperkuat tentang amanat
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 tentang pendidikan.
Secara
retorik kedua ayat tersebut, telah cukup dapat dipergunakan sebagai jawaban
atas tuntutan reformasi di bidang pendidikan yakni diberinya peluang bahkan
dalam batas tertentu diberikan kebebasan, kepada keluarga dan masyarakat untuk
mendapatkan dan menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan minat dan kebutuhan
masyarakat serta sesuai dengan kondisi dan tuntuan lapangan kerja. Hal ini
berarti bahwa intervensi pemerintah yang berlebihan dalam penyelenggaraan
pendidikan perlu ditiadakan, dikurangi atau setidaknya ditinjau kembali hal-hal
yang sudah tidak relevan.
Dalam
kaitannya dengan masyarakat belajar (leraning society) perlu diberikan
kebebasan kepada masyarakat untuk dapat memilih belajar sesuai dengan kebutuhan
dan minatnya sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan
falsafah negara. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan prinsip belajar seumur
hidup.
Selama
ini memang kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan telah menuju
pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga secara konseptual pemerintah
telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan undang-undang. Namun
secara realitas masih cukup banyak diantara kelompok usia sekolah yang
tidak/belum dapat menikmati pendidikan karena alasan tertentu baik karena ketidakterjangkauan
biaya, tempat maupun kesempatan, sehingga hak mereka seolah “terampas” dengan
sendirinya
H.
Demokratisasi
dan Transformasi Sosial
Sebagaimana telah disinggung dalam pendahuluan
bahwa secara substansial demokratisasi pendidikan diartikan sebagai hak setiap
warga negara atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk menikmati pendidikan.
Dalam hal ini kesempatan setiap warga negara dalam mengikuti pendidikan juga
tidak didasarkan atas diskriminasi tertentu. Hal ini sesuai dengan bunyi
pernyataan Undang-Undang N0. 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat (1) yaitu: “Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
dan kemajemukan bangsa.
Kehidupan demokrasi dalam bidang pendidikan
merupakan tindakan menghargai keberagaman potensi individu yang bereda dalam
kebersamaan. Dengan demikian segala bentuk penyamarataan individu dalam satu
uniformitas dan pengingkaran terhadap keunikan sifat individu bertentangan
dengan salah satu prinsip demokrasi
Dari hak-hak warga negara dalam mengikuti
pendidikan tersebut tersirat adanya dua hal penting yaitu: pertama, pemerolehan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam batas tertentu yakni pada level
pendidikan dasar sembilan tahun; kedua, adanya peluang untuk memilih satuan
pendidikan sesuai dengan karakteristiknya.
Demokratisasi pendidikan bukan hanya sekedar
prosedur, tetapi juga nilai-nilai pengakuan dalam kehormatan dan martabat
manusia. Dalam hal ini melalui upaya demokratisasi pendidikan diharapkan mampu
mendorong munculnya individu yang kreatif, kritis, dan produktif tanpa harus
mengorbankan martabat dan dirinya.
Dalam kenyataan ditemui adanya perbedaan
perlakuan terhadap masyarakat atas hak-hak tersebut dalam menikmati pendidikan.
Menurut kajian Mely G. Tan (1990) menunjukkan adanya dua kenyataan yakni yang
bersifat terbuka yang berdasarkan kemampuan akademik dan ikhtiar pribadi,
sedangkan yang lain bersifat tertutup yaitu yang berdasarkan golongan atau
keturunan. Dengan adanya demokratisasi pendidikan, maka dengan sendirinya
secara prinsip akan lebih memenangkan yang bersifat terbuka, sehingga setiap
warga negara dalam menikmati pendidikan seharusnya tidak lagi didasarkan atas
kabilah atau kelompok tertentu saja yang memiliki uang dan/atau kekuasaan.
Perkembangan global yang salah satunya
ditengarai oleh berkembangnya berbagai industrialisasi, perkembangan ekonomi,
dan informasi yang sedemikian cepat memiliki pengaruh yang besar terhadap
munculnya kategori kelompok-kelompok lapisan masyarakat. Era industrialisasi
yang dibarengi dengan gencarnya informasi mendorong munculnya persepsi
knowledge is power (Drucker, 1989:237). Kebutuhan terhadap pendidikan juga
semakin bervariasi, baik yang bersifat formal maupun nonformal dengan
penyelenggara yang beraneka ragam. Pusat-pusat infomasi baik yang melalui media
elektronik maupun cetak dari dalam maupun luar negeri dengan mudah dapat
diperoleh. Dapatkah realitas ini menciptakan ketidakberpihakan antara yang
menguasai dan tidak menguasai knowledge. Hal ini menjadi sangat penting ketika
menyangkut akses, alokasi, serta distribusi sumber-sumber informasi bagi
masyarakat umum. Masalahnya terletak pada bukan saja siapa yang mempunyai akses
terhadap sumber informasi, tetapi juga adakah mekanisme yang demokratis bagi
para anggota masyarakat untuk memiliki akses terhadap sumber informasi.
Kebutuhan akan hal ini sangat penting dan mendesak, karena seperti kata Drucker
(1989:239) kita juga mengetahui bahwa knowledge workers tidak hanya menjadi
leaders tetapi juga rulers yang mempengaruhi the forces of change.
Mely G. Tan (1990:192-193) berpendapat bahwa
terbentuknya lapisan masyarakat yang “cukup tahu” berkat akses informasi yang
dimilikinya sebagaimana tersebut di atas, akan mengakibatkan tuntutan-tuntutan
yang menyangkut berbagai kebebasan yang berhubungan dengan kualitas hidup.
Termasuk juga tuntutan agar dihapusnya berbagai bentuk monopoli ekonomi maupun
keterbukaan dalam kehidupan berpolitik. Proses semacam ini menuntut adanya relasi
kemasyarakatan yang demokratis.
Secara esensial salah satu tanggung jawab dari
pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional dalam transformasi sosial yang tengah
berlangsung adalah menanamkan dan mengoperasikan ethos, nilai, dan moralitas
bangsa dalam menerima dan mengelola informasi yang silih berganti menjadi aset
dalam meningkatkan kualitas dirinya. Dalam design pembelajaran secara eksplisit
membuka peluang secara lebar terhadap penggunaan kemampuan nalar dalam
mengelola dan mengambil keputusan terhadap perubahan yang dihadapi yang
semuanya tersaji dalam bentuk integralistik dalam pendidikan, sehingga
menjadikan knowledge people have to learn to take responsibility.
KESIMPULAN
1.
Untuk
menghadapi dan menanggulangi masalah baru dalam kehidupan yang kompleks diperlukan pendidikan yang
lebih terorganisir
2. Manfaat demokrasi pendidikan adalah memberikan manfaat dalam
praktek kehidupan dan pendidikan yang mengandung tiga hal, yaitu rasa hormat
harkat dan martabat sesama manusia, memiliki perubahan kearah yang positip dan
rela berkorban untuk kepentingan masyarakat.
3. Prinsip demokrasi pendidikan antara lain: 1.adanya keadilan dalam
pemerataan kesempatan belajar 2.
Pembentukan karakter bangsa 3. Memiliki suatu ikatan yang kuat dengan cita-cita
nasional
4. Demokrasi pendidikan di Indonesia tertuang dalam: a. UUD 1945 pasal
31 ayat 1 dan 2 b. Undang-undang RI no 2
tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional
c. Garis-garis besar haluan negara
5. Guru-guru yang merasakan iklim kerja yang demokratis akan mempunyai
kecenderungan akan menciptakan suasana yang sama dalam kelasnya. adalah sangat
penting untuk secara terus menerus menganalisis dan merumuskan kembali
nilai-nilai demokrasi sebab hasilnya akan banyak menentukan masa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
H.Fuad Hasan, Drs. Dasar-dasar pendidikan komponen MKDK, jakarta, Rineka Cipta, 2010
Muhammad Yasin, MPd, Demokratisasi
Pendidikan Menuju Humanistik, Stain Kediri Press
http//Muhammadsb-tehnologipendidikan.blogspot.com/2009/03/demokrasi
di-era-globalisasi.html
No comments:
Post a Comment