• Aplikasi Raport Digital Madrasah
  • Raport Digital Madrasah
  • Instagram Madrasah
  • Monday, November 11, 2013

    Artikel Guru tentang Demokrasi



    DEMOKRASI PENDIDIKAN DALAM ISLAM
    OLEH:  M.Ansori

    A.     Pengertian
    Pendidikan adalah kegiatan dan hak setiap individu manusia untuk mengembangkan potensinya dengan bersandar pada bakat, minat dan karakteristiknya. Titah dasar dan potensi hereditas setiap individu manusia pasti berbeda, inilah yang perlu dipahami dengan arif dan adil dalam perlakuan serta pengembangannya. Karena dengan keadaan berbeda itulah , maka individu manusia justru ada.[1]                              
    Pendidikan yang demokratik adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya. Pengertian demokratik di sini mencakup arti baik secara horizontal maupun vertikal.Maksud demokrasi secara horizontal adalah bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya, mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan sekolah. Hal ini tercermin pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu : “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Sementara itu, demokrasi secara vertikal ialah bahwa setiap anak mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Dalam pendidikan, demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan, keadaan sosial, dan sebagainya). Di kalangan Taman Siswa dianut sikap tutwuri handayani, suatu sikap demokratis yang mengakui hak si anak untuk tumbuh dan berkembang menurut kodratnya.
    Dengan demikian, tampaknya demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta juga dengan pengelola pendidikan. Sedangkan demokrasi pendidikan dalam pengertian yang luas mengandung tiga hal yaitu :
    1.      Rasa hormat terhadap harkat sesama manusia
    Demokrasi pada prinsip ini dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin persaudaraan hak manusia dengan tidak memandang jenis kelamin, umur, warna kulit, agama dan bangsa. Dalam pendidikan, nilai-nilai inilah yang ditanamkan dengan memandang perbedaan antara satu dengan yang lainnya baik hubungan antara sesama peserta didik atau hubungan dengan gurunya yang saling menghargai dan menghormati.
    2.      Setiap manusia memiliki perubahan ke arah pikiran yang sehat
    Dari prinsip inilah timbul pandangan bahwa manusia itu harus dididik, karena dengan pendidikan itu manusia akan berubah dan berkembang ke arah yang lebih sehat, baik dan sempurna. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak didik untuk berpikir dan memecahkan persoalan-persoalannya sendiri secara teratur, sistematis dan komprehensif serta kritis sehingga anak didik memiliki wawasan, kemampuan dan kesempatan yang luas.
    3.      Rela berbakti untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama
    Dalam konteks ini, pengertian demokrasi tidaklah dibatasi oleh kepentingan individu-individu lain. Dengan kata lain, seseorang menjadi bebas karena orang lain menghormati kepentingannya. Oleh sebab itu, tidak ada seseorang yang karena kebebasannya berbuat sesuka hatinya sehingga merusak kebebasan orang lain atau kebebasannya sendiri.
    Kesejahteraan dan kebahagiaan hanya tercapai bila setiap warga negara atau anggota masyarakat dapat mengembangkan tenaga atau pikirannya untuk memanjukan kepentingan bersama karena kebersamaan dan kerjasama inilah pilar penyangga demokrasi. Berkenaan dengan itulah maka bagi setiap warga negara diperlukan hal-hal sebagai berikut :
    a.       pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah kewarganegaraan (civic), ketatanegaraan, kemasyarakatan, soal-soal pemerintahan yang penting;
    b.      suatu keinsyafan dan kesanggupan semangat menjalankan tugasnya dengan mendahulukan kepentingan negara atau masyarakat daripada kepentingan sendiri;
    c.       suatu keinsyafan dan kesanggupan memberantas kecurangan-kecurangan dan perbuatan-perbuatan yang menghalangi kemajuan dan kemakmuran masyarakat dan pemerintah.[2]

    B.     Prinsip-prinsip demokrasi dalam pendidikan
    Dalam setiap pelaksanaan pendidikan selalu terkait dengan masalah-masalah antara lain :
    1.      Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
    2.      Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan
    3.      Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka
    Dari prinsip-prinsip di atas dapat dipahami bahwa ide dan nilai demokrasi pendidikan itu sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat dimana mereka berada, karena dalam realitasnya bahwa pengembangan demokrasi pendidikan itu akan banyak dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan penghidupan masyarakat. Misalnya masyarakat agraris akan berbeda dengan masyarakat metropolitan dan modern, dan sebagainya.
    Apabila yang dikemukakan tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip demokrasi pendidikan yang telah diungkapkan, tampaknya ada beberapa butir penting yang harus diketahui dan diperhatikan,diantaranya :
    1)      Keadilan dalam pemerataan kesempata belajar bagi semua warga negara dengan cara adanya pembuktian kesetiaan dan konsisten pada sistem politik yang ada;Dalam upaya pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik;
    2)      Memiliki suatu ikatan yang erat dengan cita-cita nasional.Sedangkan pengembangan demokrasi pendidikan yang berorientasi pada cita-cita dan nilai demokrasi, akan selalu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini :
    a)      Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya
    b)      Wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi pekerti luhur
    3)      Mengusahakan suatu pemenuhan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemampuan pribadinya, dalam rangka mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan dan kemajuan iptek tanpa merugikan pihak lain. [3]

    C.     Prinsip-prinsip Demokrasi Dalam Pandangan Islam
    Acuan pemahaman Demokrasi dan Demokrasi pendidikan dalam pandangann ajaran Islam rumusannya terdapat:
    1.     Al qur an, surat Asy-syura: 38,  yang artinya  “...sedang urusan mereka  (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka-mereka”
    2.    Al qur an, surat Yunus : 19, yang artinya “ Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih”
    Dari contoh kedua ayat diatas dapat dipahami adanya prinsip musyawarah dan persatuan serta kesatuan umat sebagai salah satu sendi-sendi demokrasi
    3.    hadist Nabi yang artinya: menuntut Ilmu itu wajib bagi setiap Muslim pria maupun wanita.
    Pemahaman kita terhadap Hadits Nabi saw diatas adalah bahwa kewajiban menuntut ilmu ituterletak pada pundak muslim pria dan wanita. Oleh karena itu pendidikan harus disebarluaskan ke seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata. Untuk itu dibutuhkan tenaga pendidik yang mampu dan terampil untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu mengembangkan dirinya dan masyarakat menuju terwujudnya lahir dan bathin.
    D.     Demokrasi Pendidikan Di Indonesia
    Sebenarnya bangsa Indonesia telah menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikan sejak diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang. Hal ini terdapat dalam:
    a)      Undang-undang dasar  1945 pasal 31 ayat 1 dan 2.
    1)      Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
    2)      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran  nasional, yang diatur dengan undang-undang.
    3)      Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5, 6, 7 dan pasal 8 ayat 1, 2 dan ayat 3.
    Pasal 5
    Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
    Pasal 6
    Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tamatan pendidikan dasar.
    Pasal 7
    Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
    Pasal 8
    Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
    Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)     ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. [4]
    b)     Garis-garis Besar Haluan Negara di Sektor Pendidikan sebagai berikut:
    Pendidikan nasional berdassarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia indonesia
    Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia
    Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, perlu segera disempurnakan sistem pendidikan nasional yang berpedoman pada undang-undang pendidikan nasional
    Pendidikan nasional perlu dilakukan secara lebih terpadu dan serasi, baik antara sektor pendidikan dan sektor pembangunan lainnya
    Dalam rangka memperluas kesempatan untuk memperoleh pendidikan perlu ditetapkan  dan diperhatikan kesempatan belajar dan kesempatan meningkatkan ketrampilan untuk seluruh warga indonesia
    E.       Penerapan demokrasi pendidikan
    Menurut Michael W.Apple dalam Dede Rosyada, ciri-ciri penerapan demokrasi pendidikan sebagai berikut:
    1.      Adanya keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga semua orang bisa menerima informasi seoptimal mungkin
    2.      Memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan sekolah
    3.      Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian evaluasi terhadap ide-ide, problem-problem dan berbagai kebijakan yang di keluarkan sekolah
    4.      Memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan persoalan-persoalan publik
    5.      Ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan minoritas
    6.      Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan demokerasi yang di idealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan
    7.      Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengembangkan cara-cara hidup demokrasi. [5]

    F.      Demokratisasi dan Desentralisasi
    Tujuan dan tanggung jawab kepemimpinan pendidikan yang demokratis adalah untuk memperbaiki pengajaran di sekolah. Inti peningkatan  pengajaran adalah memperbesar efektifitas guru di dalam kelas. Praktik kepemimpinan yang demokratis adalah membantu para guru untuk memandang dirinya secara positif, memungkinkan untuk menerima mereka sendiri dan orang-orang lain serta memberikan kesempatan yang luas untuk mengidentifikasikan diri dengan teman-teman sejawat.
    Ikut memiliki kebebasan dan tanggungjawab memungkinkan para guru untuk memberikan kesempatan pada para murid untuk memandang dirinya sebagai warga negara yang bertanggungjawab  pada kemajuan masyarakat
    Telah disebutkan dimuka bahwa pendidikan, dalam bahasa lain, mereformasi dirinya sendiri sesuai tuntutan demokratisasi dan dan terutama perbaikan institusi-institusi pencetak aset-aset masa depan bangsa ini agar tidak seperti pendahulunya. Konsep desentralisasi yang diusung pemerintah dan didukung berbagai elemen demokrasi di negeri ini melahirkan berbagai kebijakan yang memiliki implikasi positif terhadap pendidikan nasional. Demokratisasi pendidikan terkait dengan beberapa masalah utama, antara lain desentralisasi pendidikan melalui perangkat kebijakan pemerintah yaitu Undang-undang yang mengatut tentang pendidikan di negara kita.
    Namun perlu diketahui bahwa menurut Alisjahbana (2000), mengacu pada Burki et.al. (1999) menyatakan bahwa desentralisasi pendidikan ini secara konseptual dibagi menjadi dua jenis, pertama desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan. Desentralisasi lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah. Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi. Sedangkan konsep kedua lebih fokus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikannya.
    Dua hal ini mungkin sekali untuk dilaksanakan tergantung situasi kondisinya. Walaupun evaluasi mengisyaratkan belum optimalnya pendidikan Indonesia dibawah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut, yakni masih berkisar pada tataran desentralisasi pendidikan dengan model pertama, yang merupakan bagian dari desentralisasi politik dan fiskal (financing terhadap pendidikan regional), akan tetapi peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut diharapkan juga berlangsung. Untuk itulah partisipasi orangtua, masyarakat, dan guru sangat penting untuk mereformasi pendidikan ini, selain memecahkan masalah finansial melalui langkah-langkah yang di-formulasi pemerintah baik pusat maupun daerah.
    G.    Legalitas Demokratisasi Pendidikan
    Pengakuan terhadap hak asasi setiap individu anak bangsa untuk menuntut pendidikan pada dasarnya telah mendapatkan pengakuan secara legal sebagai-mana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1) yang berbunyi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu seluruh komponen bangsa yang mencakupi orang tua, masyarakat, dan pemerintah memiliki kewajiban dalam bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Mengenai tanggung jawab pemerintah secara tegas telah dicantumkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (3) yang menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menye-lenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
    Terkait dengan pernyataan tersebut, sejak tanggal 8 Juli 2003 pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggantikan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang dianggap sudah tidak memadai lagi. Pembaharuan Sistem Pendidikan Nasioanal dilakukan untuk memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut secara tegas memperkuat tentang amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 tentang pendidikan.
    Secara retorik kedua ayat tersebut, telah cukup dapat dipergunakan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi di bidang pendidikan yakni diberinya peluang bahkan dalam batas tertentu diberikan kebebasan, kepada keluarga dan masyarakat untuk mendapatkan dan menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakat serta sesuai dengan kondisi dan tuntuan lapangan kerja. Hal ini berarti bahwa intervensi pemerintah yang berlebihan dalam penyelenggaraan pendidikan perlu ditiadakan, dikurangi atau setidaknya ditinjau kembali hal-hal yang sudah tidak relevan.
    Dalam kaitannya dengan masyarakat belajar (leraning society) perlu diberikan kebebasan kepada masyarakat untuk dapat memilih belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan falsafah negara. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan prinsip belajar seumur hidup.
    Selama ini memang kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan telah menuju pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga secara konseptual pemerintah telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan undang-undang. Namun secara realitas masih cukup banyak diantara kelompok usia sekolah yang tidak/belum dapat menikmati pendidikan karena alasan tertentu baik karena ketidakterjangkauan biaya, tempat maupun kesempatan, sehingga hak mereka seolah “terampas” dengan sendirinya
    H.    Demokratisasi dan Transformasi Sosial
    Sebagaimana telah disinggung dalam pendahuluan bahwa secara substansial demokratisasi pendidikan diartikan sebagai hak setiap warga negara atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk menikmati pendidikan. Dalam hal ini kesempatan setiap warga negara dalam mengikuti pendidikan juga tidak didasarkan atas diskriminasi tertentu. Hal ini sesuai dengan bunyi pernyataan Undang-Undang N0. 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat (1) yaitu: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
    Kehidupan demokrasi dalam bidang pendidikan merupakan tindakan menghargai keberagaman potensi individu yang bereda dalam kebersamaan. Dengan demikian segala bentuk penyamarataan individu dalam satu uniformitas dan pengingkaran terhadap keunikan sifat individu bertentangan dengan salah satu prinsip demokrasi
    Dari hak-hak warga negara dalam mengikuti pendidikan tersebut tersirat adanya dua hal penting yaitu: pertama, pemerolehan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam batas tertentu yakni pada level pendidikan dasar sembilan tahun; kedua, adanya peluang untuk memilih satuan pendidikan sesuai dengan karakteristiknya.
    Demokratisasi pendidikan bukan hanya sekedar prosedur, tetapi juga nilai-nilai pengakuan dalam kehormatan dan martabat manusia. Dalam hal ini melalui upaya demokratisasi pendidikan diharapkan mampu mendorong munculnya individu yang kreatif, kritis, dan produktif tanpa harus mengorbankan martabat dan dirinya.
    Dalam kenyataan ditemui adanya perbedaan perlakuan terhadap masyarakat atas hak-hak tersebut dalam menikmati pendidikan. Menurut kajian Mely G. Tan (1990) menunjukkan adanya dua kenyataan yakni yang bersifat terbuka yang berdasarkan kemampuan akademik dan ikhtiar pribadi, sedangkan yang lain bersifat tertutup yaitu yang berdasarkan golongan atau keturunan. Dengan adanya demokratisasi pendidikan, maka dengan sendirinya secara prinsip akan lebih memenangkan yang bersifat terbuka, sehingga setiap warga negara dalam menikmati pendidikan seharusnya tidak lagi didasarkan atas kabilah atau kelompok tertentu saja yang memiliki uang dan/atau kekuasaan.
    Perkembangan global yang salah satunya ditengarai oleh berkembangnya berbagai industrialisasi, perkembangan ekonomi, dan informasi yang sedemikian cepat memiliki pengaruh yang besar terhadap munculnya kategori kelompok-kelompok lapisan masyarakat. Era industrialisasi yang dibarengi dengan gencarnya informasi mendorong munculnya persepsi knowledge is power (Drucker, 1989:237). Kebutuhan terhadap pendidikan juga semakin bervariasi, baik yang bersifat formal maupun nonformal dengan penyelenggara yang beraneka ragam. Pusat-pusat infomasi baik yang melalui media elektronik maupun cetak dari dalam maupun luar negeri dengan mudah dapat diperoleh. Dapatkah realitas ini menciptakan ketidakberpihakan antara yang menguasai dan tidak menguasai knowledge. Hal ini menjadi sangat penting ketika menyangkut akses, alokasi, serta distribusi sumber-sumber informasi bagi masyarakat umum. Masalahnya terletak pada bukan saja siapa yang mempunyai akses terhadap sumber informasi, tetapi juga adakah mekanisme yang demokratis bagi para anggota masyarakat untuk memiliki akses terhadap sumber informasi. Kebutuhan akan hal ini sangat penting dan mendesak, karena seperti kata Drucker (1989:239) kita juga mengetahui bahwa knowledge workers tidak hanya menjadi leaders tetapi juga rulers yang mempengaruhi the forces of change.
    Mely G. Tan (1990:192-193) berpendapat bahwa terbentuknya lapisan masyarakat yang “cukup tahu” berkat akses informasi yang dimilikinya sebagaimana tersebut di atas, akan mengakibatkan tuntutan-tuntutan yang menyangkut berbagai kebebasan yang berhubungan dengan kualitas hidup. Termasuk juga tuntutan agar dihapusnya berbagai bentuk monopoli ekonomi maupun keterbukaan dalam kehidupan berpolitik. Proses semacam ini menuntut adanya relasi kemasyarakatan yang demokratis.
    Secara esensial salah satu tanggung jawab dari pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional dalam transformasi sosial yang tengah berlangsung adalah menanamkan dan mengoperasikan ethos, nilai, dan moralitas bangsa dalam menerima dan mengelola informasi yang silih berganti menjadi aset dalam meningkatkan kualitas dirinya. Dalam design pembelajaran secara eksplisit membuka peluang secara lebar terhadap penggunaan kemampuan nalar dalam mengelola dan mengambil keputusan terhadap perubahan yang dihadapi yang semuanya tersaji dalam bentuk integralistik dalam pendidikan, sehingga menjadikan knowledge people have to learn to take responsibility.
    KESIMPULAN
    1.      Untuk menghadapi dan menanggulangi masalah baru dalam kehidupan yang           kompleks diperlukan pendidikan yang lebih terorganisir
    2.      Manfaat demokrasi pendidikan adalah memberikan manfaat dalam praktek kehidupan dan pendidikan yang mengandung tiga hal, yaitu rasa hormat harkat dan martabat sesama manusia, memiliki perubahan kearah yang positip dan rela berkorban untuk kepentingan masyarakat.
    3.      Prinsip demokrasi pendidikan antara lain: 1.adanya keadilan dalam pemerataan kesempatan belajar  2. Pembentukan karakter bangsa 3. Memiliki suatu ikatan yang kuat dengan cita-cita nasional
    4.      Demokrasi pendidikan di Indonesia tertuang dalam: a. UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2  b. Undang-undang RI no 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional  c. Garis-garis besar haluan negara
    5.      Guru-guru yang merasakan iklim kerja yang demokratis akan mempunyai kecenderungan akan menciptakan suasana yang sama dalam kelasnya. adalah sangat penting untuk secara terus menerus menganalisis dan merumuskan kembali nilai-nilai demokrasi sebab hasilnya akan banyak menentukan masa yang akan datang.

    DAFTAR PUSTAKA
    H.Fuad Hasan, Drs.  Dasar-dasar pendidikan komponen MKDK,    jakarta, Rineka Cipta,     2010
    Muhammad Yasin, MPd, Demokratisasi Pendidikan Menuju Humanistik, Stain Kediri Press
    http//Muhammadsb-tehnologipendidikan.blogspot.com/2009/03/demokrasi di-era-globalisasi.html




    [1] Muhammad Yasin, Demokrasi pendidikan menuju humanistik,(stain kediri press,2010),hlm 241
    [2] Fuad hasan, Dasar-dasar pendidikan,(jakarta, Rineka cipta 2010), hlm 165
    [3] Fuad hasan, ocid, hlm 167
    [4] Fuad hasan, ocid, hlm 170
    [5] Muhammad Yasin, ocid, hlm 242

    No comments:

    Post a Comment